5 Bahasa Daerah di NTT Bakal Direvitalisasi

Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan satu dari 12 provinsi yang menjadi target revitalisasi bahasa daerah pada 2022.

Dalam program Merdeka Belajar Revitalisasi Bahasa Daerah di Nusa Tenggara Timur, disebutkan ada lima bahasa daerah di 11 kabupaten kota di NTT yang akan menjadi fokus revitalisasi di tahun ini.

Kelima bahasa tersebut adalah: bahasa Dawan, bahasa Manggarai, bahasa Kambera, bahasa Rote, dan bahasa Abui.

Kepala Pusat Pembinaan Bahasa dan Sastra, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), M.

Abdul Khak, menuturkan, NTT merupakan provinsi ketiga di Indonesia dengan jumlah bahasa daerah terbanyak.

Dari 718 bahasa daerah yang ada di Indonesia, 72 di antaranya berasal dari NTT.

Hal itu diungkapkan Khak dalam rapat koordinasi di Kupang pada Senin, 27 Juni 2022.

Dalam kesempatan tersebut, Khak menyampaikan bahwa secara alamiah satu per satu bahasa daerah di dunia akan mati.

Revitalisasi ini, menurutnya, merupakan upaya untuk mencegah agar bahasa-bahasa daerah tidak punah terlalu cepat dan nilai-nilai kebahasaan tersebut masih dapat diketahui dan digunakan oleh generasi berikutnya.

Kepala Kantor Bahasa Nusa Tenggara Timur, Elis Setiati, mengatakan, rapat koordinasi kali ini dilakukan untuk menggalang dukungan dan komitmen dari pemerintah daerah terkait pelaksanaan revitalisasi bahasa daerah secara berkesinambungan.

Ia mengatakan, sasaran peserta Revitalisasi Bahasa Daerah untuk tahun 2022 dan 2023 dikhususkan untuk siswa pada usia SD dan SMP.

Elis menyebut, kelima bahasa daerah NTT yang menjadi target revitalisasi berasal dari 11 kabupaten dan kota, yaitu bahasa Dawan di Kabupaten Kupang, Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), dan Kota Kupang; bahasa Manggarai di Kabupaten Manggarai Barat, Kabupaten Manggarai, dan Kabupaten Manggarai Timur; bahasa Kambera di Kabupaten Sumba Timur dan Kabupaten Sumba Tengah; dan bahasa Abui di Kabupaten Rote Ndao dan Kabupaten Alor.

“Rapat Koordinasi Revitalisasi Bahasa Daerah merupakan langkah pertama dalam upaya pelestarian dan pengembangan bahasa-bahasa daerah di NTT, tahap selanjutnya dapat dilaksanakan dengan bergotong royong dan berkelanjutan,” katanya seperti dilansir di laman resmi Kementerian Pendidikan pada Selasa, 28 Juni 2022.

Anggota Komisi X DPR RI, Andreas Hugo Pareira, salah satu perwakilan rakyat asal Sikka, NTT, dalam kesempatan yang sama mengajak seluruh masyarakat NTT untuk mendukung program revitalisasi bahasa daerah.

Dengan kekayaan 72 bahasa daerah tersebut, tutur pria yang akrab disapa Hugo ini, menjadi modal bagi NTT untuk mengembangkan diri dalam bidang pendidikan, kebudayaan, dan pariwisata.

“Orang tidak akan datang ke suatu wilayah kalau tidak ada keunikannya.

Kita sebagai orang NTT tidak perlu menyamakan diri dengan orang di Jawa atau Bali.

Kita punya kekayaan bahasa yang menjadi ciri khas NTT,” ujar Hugo.

Hugo menyampaikan keprihatinannya atas kondisi bahasa daerah khususnya NTT yang kini kritis dan di ambang kepunahan.

Ia menceritakan bagaimana di keluarganya sendiri, bahasa Sikka yang merupakan bahasa ibunya, sudah jarang digunakan.

Ia mengaku, anak-anak di Maumere lebih sering diajarkan bahasa Indonesia dan bahasa Inggris.

“Kalau saya berbicara dengan adik atau keponakan saya di NTT, saya bertanya pakai bahasa Sikka, mereka akan menjawab dengan bahasa Indonesia,” tuturnya.

Keprihatinan yang disampaikannya tersebut tentu dialami hampir seluruh wilayah di Indonesia.

Gempuran bahasa Inggris dan bahasa asing lainnya di platform-platform media sosial, kata Hugo, membawa pengaruh besar pada ketidakpedulian generasi muda terhadap bahasa daerah.

Untuk itu, Hugo berharap program revitalisasi ini dapat berhasil dan terus menghidupkan bahasa-bahasa daerah khususnya di daerah NTT.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *